Translate

27 Sep 2016

Cerita Indah Ketika Langit Merestui Perjalanan Penyulam masa Depan Kesehatan Mimika









Akhirnya bisa menulis lagi di blog ini, setelah lama laptop digunakan untuk membuat laporan-laporan kantor yang menumpuk ditinggal pergi ke Jakarta. Kali ini Yusri mau berbagi cerita perjalanan tugas kerja di daerah pedalaman Mimika 13-18 September kemarin (Mungkin bukan pedalaman juga sih, sebut saja daerah pesisir pantai paling jauh di Mimika). 


Bermula dari niat agar seluruh masyarakat Mimika asli Papua yang berada jauh dipesisir sana mendapatkan jaminan kesehatan gratis yang mampu memback up atau paling tidak menutupi pembiayaan kesehatan yang tidak ditanggung oleh JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) yang lebih dikenal dengan sebutan “Kartu Papua Sehat”, kartu ini diperuntukkan bagi semua Orang Papua Asli (OAP). Terlepas dari berbagai macam kontroversi bagi saya pemberian KPS ini menjadi bentuk rasa sayang pemerintah, bentuk rasa terima kasih untuk semua penduduk Papua pemilik tanah surga kecil Jatuh ke Bumi  ini dalam bentuk jaminan kesehatan. 


Lalu niat itu sejalan dengan tim mobile Konseling Testing HIV untuk melakukan pemeriksaan dan menemukan kasus HIV  sedini mungkin sebagai bagian dari pelacakan kasus HIV atau Case Finding  agar masyarakat yang ditemukan positif HIV dapat segera mendapatkan pengobatan dan hidup dapat lebih produkif. Program ini sejalan dengan slogan Kementerian Kesehatan RI yakni TOP (Temukan, Obati dan Pertahankan) sebagai upaya untuk menghentikan atau paling tidak mengendalikan laju epidemi HIV beserta dampaknya. Meskipun penemuan kasus HIV di Kabupaten Mimika hingga saat ini relatif stabil namun masih dibawah estimasi HIV di Tanah Papua yaitu 2,3%. Oleh karena itu untuk membuktikan Mimika benar2 dibawah 2,3% dan menyelamatkan masyarakat, maka seluruh masyarakat Mimika diupayakan melakukan testing. Maka strategi kegiatan untuk mencapai target sebagai pintu masuk adalah dengan penyediaan layanan konseling dan testing HIV dan IMS. Layanan ini dilakukan dengan dua pendekatan : pertama tes HIV bagi semua pasien yang berkunjung ke layanan kesehatan, kedua petugas berkunjung ke rumah-rumah penduduk/kelompok sasaran yakni 5 suku kekerabatan (Dani, Moni, Mee/Ekari,  Damal, Nduga) dan 2 suku asli Mimika (Amungme dan Kamoro)  dengan nama kegiatan “TOKI PINTU” atau Ketuk Pintu dan inilah yang yusri dan teman-teman Komisi Penanggulangan AIDS lakukan di daerah pesisir jauh sana.


Bukan hanya itu tim inspection KUSTA juga merapat untuk menemukan sedini mungkin kasus kusta pada masyarakat Mimika di pesisir jauh sana dengan harapan masyarakat yang dibuat tak berdaya oleh KUSTA dapat segera mendapatkan pengobatan dan pembelajaran bagaimana cara menanganinya.



Ketiga tim ini dipersatukan dalam satu speed yang jika dilihat tidaklah cukup untuk menampung kami yang berjumalh 24 orang. Namun dengan tekad dan niat yang mulia bersempit-sempit adalah cara menikmati kebersamaan dalam perjalanan menembus pagi dari daratan Mimika menuju hamparan laut yang pada hari itu begitu teduh menuju Mimika Barat Jauh yakni Potowayburu, tidak peduli terik matahari menyengat kulit yang menyambut kedatangan kami dengan bejibun perbekalan makanan dan minuman yang diangkat di kiri dan kanan tangan kami sambil berjalan menuju Puskesmas Potowayburu. Teringat  waktu itu tangan kiri saya mengangkat tas kamera dan tangan kanan saya mengangkat plastik reagen yang lumayan berat dan saya yakin ketika kedua tangan saya memikul beban, maka tangan tuhan masih memikul jodoh saya. Hihihi....



Sulitnya air di pesisir jauh sana mengharuskan kami antri untuk mandi di sungai yang begitu kecil namun menyajikan keindahan dan kesegaran alam yang masih begitu natural. Setelah menikmati sejenak rezeki itu teman-teman mulai menelusuri daratan Potowayburu dengan berjalan kaki mencari masyarakat yang akan diberikan KPS, dan tim Mobile Konseling Testing HIV dan tim Inspection KUSTA melakukan penyuluhan dan testing di SMP Negeri Potowayburu. Adik-adik SMP Negeri Potowayburu begitu antusias mengikuti penyuluhan dan pemeriksaan HIV serta KUSTA, senyum bahagiapun terpancar di wajah guru-guru mereka yang berselimut pengabdian luar biasa untuk mencerdaskan anak-anak Papua di pesisir jauh sana.



Lelah berjalan kaki yang sesekali dapat bantuan angkutan bentor dari petugas yang juga mengabdi di pesisir sana, bentor yang selalu mengalami over bagasi karena dipaksakan mengangkut kami semua. Yahh begitulah karena itu merupakan alat transportasi satu-satunya dan menjadi cerita tersendiri untuk kami.
Bertugas di pedalaman juga tidak terlepas dari teror makhluk tuhan yang lain, dari kisah hantu yang diceritakan oleh Bu Bidan yang mengabdi disana hingga munculnya ular secara tiba-tiba di halaman Puskesmas dari yang berukuran kecil hingga besar. Pada akhirnya kami menyaksikan bagaimana pemburuan ular tersebut yang memunculkan berbagai kata dari teman-teman IIIhhhhh dee’e, Bahayanya, Astagfirullah, Ya Tuhannn, Takutku dee’ee, Iiiiiiiiihhhh..



Setelah berbagai cerita terukir di daratan Potowayburu kami kemudian bergegas menuju perjalanan selanjutnya, namun karena perbekalan dan barang-barang kami yang banyak kami diangkut oleh truk bantuan dari Dinas Perhubungan, karena muatan yang banyak jadinya tidak bisa membedakan yang mana barang yang mana orang.. hahahah kasian yahhh





Yaps perjalanan menuju Yapakopa, karena tim harus dibagi dua maka tim yang satunya turun di daratan Yapakopa dengan perjanjian tim yang telah menyelesaikan tugasnya di Yapakopa harus berjalan kaki menuju Aindua tempat tim yang satunya bertugas dengan speed, awalnya kami dengan semangat mengatakan “Oke” sebab teman-teman mantri yang berada di Yapakopa mengatakan dengan jelas Yapakopa ke Aindua dekat saja. Dengan santainya ditambah antusias masyarakat yang ikut testing HIV dan Kusta serta semangat mereka untuk antri memperoleh KPS membuat kami begitu menikmati tugas hari itu tanpa sadar hari sudah mulai gelap. Setelah semua selesai, beberapa foto telah di shoot akhirnya kami berjalan kaki di pantai menuju Aindua sambil menikmati sunset. Sesekali ada masyarakat yang juga melintas sembari menyapa kami semua yang sedang berjalan dengan penuh semangat, namun sejam berjalan akhirnya kami mulai lelah dan mulai menggerutu pegal-pegal, jalan yang katanya dekat ternyata jauhhhhhh sekali. Untung saja langit Yapakopa begitu indah menaungi kami semua, jadi sedikit terobati lelah berjalan kaki 2 jam lebih.







Setelah melepas lelah dan mengistirahatkan tubuh di Aindua, paginya kami akhirnya berpisah dengan tim inspection KUSTA yang tugasnya sudah selesai dan kami melanjutkan perjalanan menuju Pronggo dengan speed yang diiringi musik keroncongan yang membentuk simfoni kelaparan... Hahahah karena matahari sudah mulai terik akhirnya speed bersandar di Pantai Pronggo untuk mengobati lambung yang sedari tadi berseru meminta diberi makan, yah atribut kami pun dibawah turun dari Kompor, Wajan, Mie Instan dan Air minum yang kemudian kami nikmati  sambil  bertikarkan pasir dan beratapkan langit. Aduhhh Mie Instan rasa Soto terasa Coto jadinya. Hahahaha.... dan yaps kami pun bertugas kembali. 






Selepas bertugas di Pronggo, kami pun melanjutkan perjalanan menuju daratan Mapar, yang sungguh menyajikan pemandangan yang begitu indah, dari rumah yang seragam, lingkungan yang bersih, masyarakat yang ramah dan keunikan bentuk tempat ibadah dan rumah dinas guru dan petugas kesehatan. Dengan keindahan itu kami nikmati sambil bertugas, Namun daratan Mapar kau mengukir banyak cerita dari ketika para ibu-ibu menikmati mandi di sungai dan dikagetkan oleh Daun yang dipikir Buaya oleh Ibu Hasma yang mengakibatkan para Ibu-ibu lari terbirit-birit, rasa dan ekspresi sedih Om Lin yang tidak kebagian ikan bakar padahal sudah lapar tidak ketulungan, begadang hingga larut malam bersama Rika dan Ibu Sonya hanya karena Permainan Tebak Gambar, Kepedean berangkat pagi hingga terlanjur memberikan perbekalan kepada tuan rumah padahal jalannya siang hingga muncul ide/solusi dari (Ibu Merry : Beli saja kembali mienya) (Pak Kris : kita datang ambil mienya kembali baru bilang miss komunikasi bu) dan akhirnya kami memakan kelapa muda yang dibeli di masyarakat, dan ternyata menunggu speed berjam-jam di Mapar diakibatkan miss komunikasi antara motoris dan air laut serta antara Aco dan kesalahan memprediksi air pasang surut.




Setelah rasa bahagia yang sungguh mengharukan bisa naik di speed lagi, kami pun melanjutkan misi tugas berikutnya yakni di daratan Mupuruka, karena tidak sabar bertemu masyarakat dan membagi KPS kami pun berjalan saja dan melupakan sejenak lambung yang sudah berorasi sejak tadi, sehingga pada hari itu kita menyelesaikan 2 tugas, tugas pertama membagi KPS, tugas kedua menahan lapar dan haus. Atas kesuksesan 2 misi itu bersama speed boat kami menuju Uta, sungguh untuk pertama kalinya kami bisa melihat air jernih dan berlimpah selama beberapa hari, namun ketika rezeki itu mau dinikmati justru kami harus segera bergegas menuju daratan Amar sebelum langit mulai gelap. Alhasil kamipun mandi terburu-buru.











Karena speed boat berjalan di malam hari menuju Amar, kami mendapatkan sambutan hantaman ombak yang mendebarkan jantung pada waktu itu di muara Amar, namun atas panjatan doa dari temana-teman dan dari keahlian Motoris akhirnya kami bisa mendarat di Amar. Sungguh takjubnya kami melihat tangki air (Profil air) yang raksasa, namun setelah memasuki “ruangan segala hajat terbuang” ternyata kami harus merasakan krisisnya air bersih dan profil diluar hanya mengobati mata saja. Tugas di Amar  kami selesaikan secepat mungkin, sehingga paginya speed boat berlanjut ke daratan terakhir yakni Ipiri Paripi Yaraya, disinilah diakhir tugas di daratan ini terjadi perdebatan Manja akibat keterlambatan rekan lain untuk menyelesaikan tugasnya, hingga ibu Sonya ganas, Ibu Evi protes, Ibu Jen juga ikutan bingung karena keterlambatan itu, Ibu Merry mala sibuk mencoba segala ukuran baju pelampung yang membuat kami semua tertawa terbahak-bahak, aduhhh ibu Merry terima kasih sudah menghibur disaat-saat seperti itu. Semua ini terjadi karena tak sabar bertemu keluarga tercinta di Timika yang selama 6 hari putus komunikasi akibat sinyal yang tak terjangkau.






Ada hal yang bisa kita pelajari selama perjalanan ini bahwa Kesehatan dan Pendidikan memang sangat dibutuhkan oleh suku anak dalam, bahwa rasa kekeluargaan dan gotong royong itu nyata masih ada, bahwa meskipun hanya sapaan “pagi Mama, Pagi Bapa” hati begitu damai, bahwa masyarakat pesisir masih lebih bersih dan nyata rekan bumi yang menjaga lingkungan ketimbang kita yang di kota yang katanya update pendidikan dan teknologi, bahwa masyarakat pesisir masih lebih menghargai makanan dan minuman ketimbang orang kota yang cenderung menyia-nyiakan makanan dan minuman yang dimilikinya, bahwa masyarakat pesisir sana memiliki banyak cerita yang menginspirasi dan patut menjadi bekal pelajaran hidup kedepan.















Dan pada akhirnya dari lubuk hati paling dalam, dibawah restu langit siang dan malam, dan atas dukungan bumi dengan segala nikmat yang telah tersaji, atas respon hamparan laut yang bersahabat dengan muara, bersama kumpulan doa masyarakat dan keluarga atas segala misi yang sudah dijalankan itu kami tulus, jujur dan penuh pengorbanan  serta pengabdian tanpa pamrih untuk membantu masyarakat Mimika yang tak berdaya jauh disana demi masa depan kesehatan Kabupaten Mimika. Terima Kasih Tim hebat Ibu Hasma, Ibu Nova, Ibu Sonya, Pak Valen, Pak Oleng, saya sendiri, Ibu Farida, Ibu Siska, Ibu Evi, Ibu Merry, Ibu Jane, Ibu Ida, Kak Dewi, Rika, Edi, Om Lin, Om Blandi, Kak Aris, Pak Usman, Pak Kris, Mas Yono, Om Rustam dan Aco.


Salam Masa Depan Kesehatan Mimika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar