Translate

5 Agu 2016

“Saya Tra sekolah, cuman mau cari uang ale” Potret kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan



Hai Sahabat, Maaf baru posting lagi. Soalnya baru dapat Wifi gratis untuk posting Hihihi......(Nasib Wilayah Indonesia Bagian Timur yang paketan super mahal). Nah hari ini aku mau posting pengalamanku pekan lalu yang bisa jadi pembelajaran untuk kita, siapa tahu dari cerita ini mampu menggerakkan hati pembaca untuk sebuah tindakan hebat kedepannya.
Sore itu di depan Cafe Barley, aku ingin mengambil motor yang sudah 3 jam terparkir usai bertemu dengan teman-teman di cafe tersebut. Aku kemudian bertemu dengan bocah Papua yang pasang gaya sambil bersandar di motorku, layaknya pak Satpam yang menjaga pos. Entahlah namanya siapa, yang jelas dia menutupi motorku dengan kardus, agar kelak aku tidak kepanasan saat mengendarai motorku dengan imbalan bayaran (Meskipun cafe itu sebenarnya free parkir dan tidak terpapar panas Matahari). Tapi sudahlah, aku hanya mencoba mengajaknya ngobrol.
Aku     : Ade jam begini kau tra sekolah kah??
Bocah  : arghh, tidak kaka
Aku     : Kenapa ade? (penasaran ?!#)
Bocah  : Tra mau, saya mau kerja saja dapat uang buat balanja sama buat mama.
Aku     : Ohh begitu, Terus kau tinggal dimana ade?
Bocah  : Di Jalan Hasanuddin kaka. (Tempanya cukup jauh dari cafe tersebut)
Aku     : Wiss, jauh sekali ade, trus kau naik apa kesini?
Bocah  : Naik ojek kaka, tapi biasa jalan kaki juga.

Aku     : Kau pu uang habis di ojek su itu. Ade, tra papa kerja bantu mama, justru bagus ade. Tapi ade tra mau to jadi tukang parkir terus disini. Makanya ade harus sekolah to.
Bocah  : (tersenyum)
Aku     : (melihat anak itu sudah gelisa menunggu bayaran)
              Kaka kasih uang sudah, tapi janji ee nanti kau sekolah. Biar nanti ade jadi orang hebat yang juga bisa jaga Papua. Karena tra ada yang jaga Papua kalo ade tra sekolah.
Bocah  : (masih tersenyum malu)
Aku lalu pergi meninggalkannya sambil tersenyum padanya. Tak beberapa lama setelah itu, dari radius 20 meter dia berteriak.
Bocah  : Terima kasih kaka, nanti saya mau sekolah   
Aku merasa lega mendengarnya. Terima kasih tanah Papua, maaf karena hanya motivasi yang dapat kuberikan untuk putra putrimu .

            Keadaan di atas merupakan potret kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi anak Papua khususnya Kabupaten Mimika, banyak orang tua yang masih saja merasa pendidikan tidaklah perlu untuk anaknya, pandai membaca dan menulis itu sudah cukup, sekolahpun tak mendapatkan apa-apa, justru anak itu tugasnya membantu orang tua bekerja dan menghasilkan uang.
            Teringat film inspiratif Denias (Janias Miagoni), Senandung di Atas Awan yang merupakan anak suku pedalaman Papua (Arwanop) yang berjuang mengejar impian untuk meraih pendidikan tinggi, yang sempat tidak diberi izin untuk mengejar impiannya oleh bapaknya.
            Padahal banyak sekali sekolah negeri hingga perguruan tinggipun disediakan beasiswa bagi orang Papua yang ingin bersekolah, sebut saja PT Freeport Sumbangan yang diberikan untuk masyarakat Papua, terutama warga yang ada di sekitar area pertambangan perusahaan itu di Kabupaten Mimika luar biasa. salah satunya sekolah yang mendidik anak-anak asli Suku Amungme dan Kamoro dari berbagai daerah di pedalaman itu dibangun oleh Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK), sebuah lembaga nirlaba yang mengelola dana kemitraan dari PT Freeport.  Ada pula Institut Pertambangan Nemangkawi (Sebuah sekolah tinggi untuk mempersiapkan tenaga-tenaga kerja asal Papua yang terampil untuk bekerja di area perusahaan).
            Ketersediaan sarana tersebut sangat disayangkan jika tidak menarik anak-anak Timika untuk bersekolah dan menumbuhkan kesadaran para orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Lalu mengapa kesadaran itu sanga minim? Melihat update pendidikan diluar sana yang sudah semakin baik, mengapa anak-anak Papua tidak merasa tertinggal ?
Pertama, minimnya tenaga pendidik, kurangnya guru sekolah dasar di daerah-daerah pedalaman terpencil yang mengakibatkan proses pembelajaran tidak dapat berlangsung dengan baik, sehingga banyak anak yang putus sekolah dan putus semangat bersekolah.
Kedua, fasilitas bagi tenaga pendidik yang masih minim sehingga banyak guru yang meninggalkan tempat tugas dengan alasan tidak ada tempat tinggal yang layak untuk dihuni.
Ketiga, pemerataan kualitas pendidikan yang mengakibatkan masih ada kesenjangan antara satu pulau dengan pulau lainnya.
Keempat, kurangnya motivasi. Tidak sedikit anak kehilangan motivasi, di sekolah dimarahi guru, dirumah pun dimarahi orang tua. Belum lagi perekonomian di rumah sangat memprihatinkan, prestasi anak yang juga menyedihkan. Ujung-ujungnya orang tua lebih memilih anaknya bekerja. Ironi memang, di usia anak yang harusnya bergembira dengan bersekolah, justru dibebankan untuk membantu ekonomi keluarga.
Kelima, khususnya di daerah perkotaan, pergaulan atau gaya hidup remaja yang mengadopsi budaya luar, belum menikah sudah hidup serumah, sudah berani pacaran melewati batas, karena tuntutan ikut trend melakukan apa saja untuk memperoleh uang.
            Pada dasarnya anak-anak Timur itu pandai dan cepat tangkap hanya saja mereka kurang motivasi untuk menjadi orang yang lebih baik dari segi pendidikan dan ekonomi. Untuk itu mari bersama-sama berupaya menjadi motivator untuk adik-adik kita, untuk kawan-kawan kita untuk memajukan pendidikan anak Timika. Maju Terus Laskar Cendrawasih generasi penerus bangsa. Walau masih banyak yang belum mengenyam dunia pendidikan secara merata dan lebih tinggi lagi. Namun dari Wilayah Indonesia Bagian Timur tercinta ini, akan selalu ada generasi emas yang berkibar membanggakan bangsa seperti mereka Putra Putri Papua :
Janias Miagoni (Tokoh asli film Danias Senandung di Atas Awan),
Septinus George Saa (Winner Lomba First Step to Nobel Prize in Physics),
Mozes Kilangin (Pahlawan Papua, Namanya diabadikan sebagai bandara Internasional Mozes Kilangin di Timika)
Boaz Solossa dan Oktovianus Maniani (Pesepak Bola)
Nowela Auparay (Pemenang Indonesian Idol)
Freddy Numberi (Bapak Menteri)
Edo Kondologit (Penyanyi)
Dan banyak lagi,
Trus Ko juga to, mau kaya mereka? Ayo sudah kitong sama-sama pergi balajar biar bikin bangga papa deng mama dan tanah air kitong ale.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar