Translate

9 Nov 2016

Memotret hasil sulaman Kesehatan dari daratan Mimika (Potret Pembangunan Kesehatan di Kabupaten Mimika Provinsi Papua)


Pembangunan kesehatan merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan otonomi di bidang kesehatan. Merupakan unsur vital dan elemen konstitutif dari kehidupan seseorang, kesehatan sebagai hak asasi telah menjadi kebutuhan mendasar dan tentunya menjadi kewajiban negara dalam upaya pemenuhannya. Kesehatan juga komponen pembangunan yang memiliki nilai investatif karena dapat menghasilkan SDM yang sehat dan produktif.
Kabupaten Mimika yang kaya akan Kemajemukan sosiodemografi memiliki luas wilayah 19.592 km2 atau 4,75% dari luas wilayah Provinsi Papua yang dihuni oleh 196.401 jiwa pada tahun 2013 (BPS Mimika). Dengan topografi yang terdiri dari wilayah kota, wilayah pesisir pantai dan wilayah gunung menjadi tantangan tersendiri dalam pembangunan kesehatan. Juga terkait dengan keberadaan penduduk yang dinamis dimana penambahan penduduk meningkat seperti deret hitung apalagi laju penduduk yang datang ke Timika lebih besar dan tercepat daripada jumlah kelahiran. Tentu saja hal ini membawa perubahan karakteristik penduduk setempat akibat interaksi sosial yang terjadi setiap hari. Karakteristik penduduk yang paling tampak jelas adalah pola penyakit, gaya hidup dan perilaku mengakses layanan kesehatan (Erens Meokbun, 2015).


Situasi Kesehatan
          Cukup banyak teori tentang bagaimana kita mengukur besarnya masalah kesehatan. Namun sebagian orang akan dengan mudah memberikan justifikasi mengenai potret kesehatan tanpa mengetahui teori-teori yang selama ini menjadi acuan dalam menentukan besarnya masalah kesehatan melalui pengalaman terpapar dengan pelayanan kesehatan. Berdasarkan potret pengalaman pribadi saya dan berbagai informasi dari rekan maupun dari tenaga kesehatan, inilah situasi kesehatan di Mimika :
1.    Karakteristik masyarakat, pengetahuan, kesadaran dan wilayah topografi mengakibatkan kepercayaan masyarakat masih kurang terhadap tenaga medis. Contohnya di Puskesmas Kokonao yang sudah memiliki SDM (Misalnya : Bidan) dan pelayanan kesehatan yang baik, namun masih ada saja masyarakat yang lebih percaya dengan dukun dan enggan melakukan persalinan ditolong oleh tenaga medis.
2.    Sarana dan Prasarana kesehatan yang masih kurang memadai. Contohnya di kampung Amamapare, Pustu sudah memiliki Tenaga Kesehatan namun prasarana tidak mendukung.


3.    Wilayah Mimika yang terdiri dari kota, pegunungan dan pesisir pantai yang aksesnya masih sulit pun transportasi sehingga akses ke layanan kesehatan cukup sulit.
4.    Tenaga dokter yang masih belum merata, masih ada Puskesmas yang belum memiliki dokter. Dari 23 Puskesmas 7 diantaranya belum memiliki dokter dan rata-rata berada di daerah pedalaman baik di pesisir pantai maupun di daerah pegunungan.


5.    Tenaga analis yang masih kurang. Dari 23 Puskesmas 3 diantaranya belum memiliki analis yakni Puskesmas Amar, Jita dan Jila.
6.    Masyarakat masih memenuhi RSUD, masih cenderung menumpuk melakukan pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit dan birokrasi yang masih sulit sehingga sering didapati antrian yang panjang.

7.    Pelayanan kesehatan belum merata hingga ke pelosok pedalaman.
8.    Masih ada Puskesmas Pembantu (Pustu) ditinggal petugas hingga berbulan-bulan.
9.    Surveilans belum dikerjakan baik, padahal Mimika masih didominasi oleh penyakit menular.
10. Petugas/Pegawai Negeri Sipil masih menumpuk di kota.
11.  Sering terjadi kehabisan stok obat atau obat kadaluarsa di Puskesmas utamanya di Puskesmas pedalaman.
12.  Kesadaran masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan masih sangat kurang.

13.  Kumulatif kasus HIV-AIDS sejak 1996 hingga Juni 2016 sebesar 4.788 kasus. (Komisi Penanggulangan AIDS Mimika, 2016).

Gambaran ini merupakan potret masalah kesehatan yang ada di Mimika, satu hal yang perlu diingat bahwa karena pelayanan kesehatan merupakan pelayanan yang menyangkut kesejahteraan banyak orang, sedangkan semua orang mendambakan kesejahteraan termasuk kesehatan akan selalu melihat pelayanan kesehatan jauh dari kesempurnaan. Dan hal ini sangat wajar sebab membangun manusia untuk sejahtera, memiliki konteks yang sangat berbeda dengan membangun infrastruktur sehingga yang akan selalu terlihat adalah kegagalan (Erens Meokbun, 2015).

Hasil Sulaman Kesehatan
Untuk menyelesaikan masalah kesehatan yang ada pemerintah Mimika melalui Dinas Kesehatan memiliki komitmen yang sangat tinggi untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Mimika. Adapun upaya yang sudah dilakukan adalah :

1.    Training tenaga kesehatan dan merekrut tenaga kesehatan terlatih, dan melakukan system sift kerja bagi tenaga kesehatan di daerah pedalaman agar tenaga kesehatan di pustu tetap selalu siaga sehingga memungkinkan pelayanan kesehatan berjalan dengan baik. Keberhasilan ini bisa saya lihat sendiri ketika mengunjungi pustu kampung Yapakopa dan AIndua Distrik Mimika Barat Jauh.

2.    Puskesmas pembantu (Pustu) dibangun di setiap kampung dari pelosok pedalaman hingga ke kota, untuk mendekatkan akses layanan kesehatan pada masyarakat.

3.    Pengadaan 40 perahu untuk semua puskesmas dan pustu di pedalaman dan pesisir (Reynold Ubra, 2016).
4.    Pengadaan alat kesehatan baik di Rumah Sakit maupun di Puskesmas.
5.    Pengadaan Radio Single Side Band (SSB) sebanyak 15 unit pada sejumlah puskesmas di wilayah timur, untuk memudahkan komunikasi mengingatkan tidak ada sinyal di daerah pedalaman. (Reynold Ubra, 2016).
6.    Pelayanan kesehatan hingga 12 jam, agar masyarakat yang berhalangan atau tidak sempat datang ke layanan kesehatan di pagi hari dapat mengakses layanan di sore hari. Khususnya layanan kesehatan di Puskesmas, yakni Puskesmas Wania, Puskesmas Pasar Sentral, Puskesmas Timika, Puskesmas Timika Jaya, Puskesmas Bhintuka. Dan semua Puskesmas akan membuka layanan 12 jam.

7.    Jaminan Kesehatan. Saat ini peserta Papua yang sudah terdaftar BPJS sebanyak 332.962 orang, Ada juga jaminan kesehatan dari pemerintah Papua yakni Kartu Papua Sehat (KPS) untuk Orang Papua Asli, Jamkesda, Kartu Indonesia Sehat. Harapan dengan adanya jaminan kesehatan ini ada kesadaran yang tinggi, dan masyarakat dapat terbantukan. (Mathias Krey, 2016).
8.    Adanya program Nusantara Sehat di pedalaman distrik Wakia Puskesmas Wakia.
9.    Adanya program Persekutuan Pelayanan Kristen untuk Kesehatan (Pelkesi) di daerah pedalaman.
10. Adanya klinik terapung milik Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) yang bekerja dari kampung ke kampung, pustu ke pustu, puskesmas ke puskesmas pesisir.
11.  Adanya program penyemprotan anti nyamuk yang sudah dilaksanakan di 16 ribu rumah dan pembagian 10 ribu kelambu di seputaran Mimika untuk menurunkan kasus Malaria yang masih menjadi penyakit langganan warga Mimika oleh Malaria Control  PTFI.
12.  Layanan VCT dan IMS di semua layanan kesehatan di Kabupaten Mimika  .
13.  Lembaga donor untuk HIV-AIDS, TB dan penyakit lainnya yang cukup banyak.

Hasil pembangunan ini sudah dirasakan oleh warga Mimika meski tidak mudah mengatakan semua baik yang berada di kota, pegunungan dan pesisir pantai. Baik masyarakat yang tak memiliki daya dan ekonomi yang memprihatinkan juga dapat mengakses kesehatan secara gratis utamanya di daerah pedalaman. Tenaga kesehatan dengan ketulusan, kejujuran dan pengorbanannya tanpa pamrih untuk membantu manusia yang tak berdaya sedikit demi sedikit diberdayakan oleh pembangunan kesehatan yang sudah mulai membaik. Namun tetap saja tak ada gading yang tak retak, membangun manusia untuk sejahtera memiliki konteks yang sangat berbeda dengan membangun infrastruktur sehingga yang akan akan selalu terlihat adalah kegagalan. Namun komitmen pemerintah untuk membangun kesehatan di Kabupaten Mimika akan terus berlanjut.

Ekspektasi dan pesan untuk pembangunan kesehatan
Pertama
Dengan melihat hasil gambaran pembangunan kesehatan kabupaten Mimika hingga saat ini, gambaran ini nyatanya memberikan peluang untuk menyelesaikan masalah-masalah kesehatan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya.
Adanya SDM yang terlatih, akses layanan kesehatan yang dekat, jaminan kesehatan yang melindungi, lembaga donor yang bahkan pusing menghabiskan uang untuk program kesehatan masyarakat, lalu mengapa masih ada saja masyarakat yang tidak mau menggunakan layanan kesehatan, mengapa masih ada masyarakat yang sakitnya di ujung tombak baru mereka mau mengakses layanan kesehatan? Jawabannya PROMOSI untuk mendukung keberhasilan sulaman kesehatan di Kabupaten Mimika.


Konsisten pemberian informasi di masyarakat masih rendah, penyampaian informasi yang belum memperhatikan aspek sosial budaya lokal mengingat kemajemukan sosiodemografi yang dimiliki Kabupaten Mimika, pmemanfaatan kemajuan teknologi dalam penyampaian informasi kesehatan masih rendah, oleh sebab itu diperlukan konsistensi pemberian informasi/pesan kesehatan secara terus menerus, baik itu menggunakan media komunikasi dengan tetap mempertimbangkan sarana pendukung, karakteristik penduduk serta wilayah dengan tetap mempperhatkan kearifan lokal.


Kedua
Mendorong peran masing-masih SKPD menurut tugas dan fungsinya mengingat permasalah kesehatan erat kaitannya dengan kesejahteraan masyarakat sehingga bukan tanggungjawab sektor kesehatan saja namun SKPD juga memiliki andil untuk pembangunan kesehatan.


Satu hal yang pasti untuk mencetak generasi sehat dan produktif diperlukan pembangunan kesehatan yang baik dan akan terus memberikan terobosan baru, namun mari kita bersama-sama bergotong royong membangun kesehatan Mimika demi kesejahteraan masyarakat, demi kesejahteraan bersama.



Referensi
Badan Pusat Statistik [BPS] Kabupaten Mimika. 2014. Mimika dalam Angka 2014.
Erens Meokbun. 2015. Menyulam kembali Masa Depan Kesehatan untuk Mimika Sejahtera.
Komisi Penanggulangan AIDS [KPA] Kabupaten Mimika. 2016. Laporan Situasi HIV-AIDS Periode Januari-Juni Tahun 2016.
Mathias Krey. 2016. Pada koran harian Timex : Pertemuan Internal Guna Membahas Tata Cara Berkomunikasi yang Baik dalam Bermitra. [Timex, 19 Oktober 2016].
Reynold Ubra Sekretaris Dinas Kesehatan Mimika dalam wawancaranya dengan salah satu wartawan. 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar