Pembangunan
kesehatan merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan otonomi di bidang
kesehatan. Merupakan unsur vital dan elemen konstitutif dari kehidupan
seseorang, kesehatan sebagai hak asasi telah menjadi kebutuhan mendasar dan
tentunya menjadi kewajiban negara dalam upaya pemenuhannya. Kesehatan juga
komponen pembangunan yang memiliki nilai investatif karena dapat menghasilkan SDM
yang sehat dan produktif.
Kabupaten
Mimika yang kaya akan Kemajemukan sosiodemografi memiliki luas
wilayah 19.592 km2 atau 4,75% dari luas wilayah Provinsi Papua yang
dihuni oleh 196.401 jiwa pada tahun 2013 (BPS Mimika). Dengan topografi yang
terdiri dari wilayah kota, wilayah pesisir pantai dan wilayah gunung menjadi tantangan tersendiri dalam
pembangunan kesehatan. Juga terkait dengan keberadaan penduduk yang dinamis
dimana penambahan penduduk meningkat seperti deret hitung apalagi laju penduduk
yang datang ke Timika lebih besar dan tercepat daripada jumlah kelahiran. Tentu
saja hal ini membawa perubahan karakteristik penduduk setempat akibat interaksi
sosial yang terjadi setiap hari. Karakteristik penduduk yang paling tampak jelas
adalah pola penyakit, gaya hidup dan perilaku mengakses layanan kesehatan (Erens
Meokbun, 2015).
Situasi
Kesehatan
Cukup banyak teori tentang bagaimana
kita mengukur besarnya masalah kesehatan. Namun sebagian orang
akan dengan mudah memberikan justifikasi mengenai potret kesehatan tanpa
mengetahui teori-teori yang selama ini menjadi acuan dalam menentukan besarnya
masalah kesehatan melalui pengalaman terpapar dengan pelayanan kesehatan.
Berdasarkan potret pengalaman pribadi saya dan berbagai informasi dari rekan
maupun dari tenaga kesehatan, inilah situasi kesehatan di Mimika :
1.
Karakteristik masyarakat, pengetahuan, kesadaran dan wilayah
topografi mengakibatkan kepercayaan masyarakat masih kurang terhadap tenaga
medis. Contohnya di Puskesmas Kokonao yang sudah memiliki SDM (Misalnya : Bidan)
dan pelayanan kesehatan yang baik, namun masih ada saja masyarakat yang lebih
percaya dengan dukun dan enggan melakukan persalinan ditolong oleh tenaga
medis.
2.
Sarana dan Prasarana kesehatan yang masih kurang
memadai. Contohnya di kampung Amamapare, Pustu sudah memiliki Tenaga Kesehatan
namun prasarana tidak mendukung.
3.
Wilayah Mimika yang terdiri dari kota, pegunungan dan
pesisir pantai yang aksesnya masih sulit
pun transportasi sehingga akses ke layanan kesehatan cukup sulit.
4.
Tenaga dokter yang masih belum merata, masih ada
Puskesmas yang belum memiliki dokter. Dari 23 Puskesmas 7 diantaranya belum
memiliki dokter dan rata-rata berada di daerah pedalaman baik di pesisir pantai
maupun di daerah pegunungan.
5.
Tenaga analis yang masih kurang. Dari 23 Puskesmas 3
diantaranya belum memiliki analis yakni Puskesmas Amar, Jita dan Jila.
6.
Masyarakat masih memenuhi RSUD, masih cenderung
menumpuk melakukan pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit dan birokrasi yang
masih sulit sehingga sering didapati antrian yang panjang.
7.
Pelayanan kesehatan belum merata hingga ke pelosok
pedalaman.
8.
Masih ada Puskesmas Pembantu (Pustu) ditinggal petugas
hingga berbulan-bulan.
9.
Surveilans belum dikerjakan baik, padahal Mimika masih
didominasi oleh penyakit menular.
10. Petugas/Pegawai
Negeri Sipil masih menumpuk di kota.
11. Sering
terjadi kehabisan stok obat atau obat kadaluarsa di Puskesmas utamanya di
Puskesmas pedalaman.
12. Kesadaran
masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan masih sangat kurang.
13. Kumulatif
kasus HIV-AIDS sejak 1996 hingga Juni 2016 sebesar 4.788 kasus. (Komisi
Penanggulangan AIDS Mimika, 2016).
Gambaran ini
merupakan potret masalah kesehatan yang ada di Mimika, satu hal yang perlu
diingat bahwa karena pelayanan kesehatan merupakan pelayanan yang menyangkut
kesejahteraan banyak orang, sedangkan semua orang mendambakan kesejahteraan
termasuk kesehatan akan selalu melihat pelayanan kesehatan jauh dari
kesempurnaan. Dan hal ini sangat wajar sebab membangun manusia untuk sejahtera,
memiliki konteks yang sangat berbeda dengan membangun infrastruktur sehingga
yang akan selalu terlihat adalah kegagalan (Erens Meokbun, 2015).
Hasil Sulaman Kesehatan
Untuk menyelesaikan
masalah kesehatan yang ada pemerintah Mimika melalui Dinas Kesehatan memiliki
komitmen yang sangat tinggi untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
Mimika. Adapun upaya yang sudah dilakukan adalah :
1. Training
tenaga kesehatan dan merekrut tenaga kesehatan terlatih, dan melakukan system
sift kerja bagi tenaga kesehatan di daerah pedalaman agar tenaga kesehatan di
pustu tetap selalu siaga sehingga memungkinkan pelayanan kesehatan berjalan
dengan baik. Keberhasilan ini bisa saya lihat sendiri ketika mengunjungi pustu
kampung Yapakopa dan AIndua Distrik Mimika Barat Jauh.
2. Puskesmas
pembantu (Pustu) dibangun di setiap kampung dari pelosok pedalaman hingga ke
kota, untuk mendekatkan akses layanan kesehatan pada masyarakat.
3. Pengadaan 40
perahu untuk semua puskesmas dan pustu di pedalaman dan pesisir (Reynold Ubra, 2016).
4. Pengadaan
alat kesehatan baik di Rumah Sakit maupun di Puskesmas.
5. Pengadaan
Radio Single Side Band (SSB) sebanyak
15 unit pada sejumlah puskesmas di wilayah timur, untuk memudahkan komunikasi
mengingatkan tidak ada sinyal di daerah pedalaman. (Reynold Ubra, 2016).
6. Pelayanan
kesehatan hingga 12 jam, agar masyarakat yang berhalangan atau tidak sempat
datang ke layanan kesehatan di pagi hari dapat mengakses layanan di sore hari.
Khususnya layanan kesehatan di Puskesmas, yakni Puskesmas Wania, Puskesmas
Pasar Sentral, Puskesmas Timika, Puskesmas Timika Jaya, Puskesmas Bhintuka. Dan
semua Puskesmas akan membuka layanan 12 jam.
7. Jaminan
Kesehatan. Saat ini peserta Papua yang sudah terdaftar BPJS sebanyak 332.962
orang, Ada juga jaminan kesehatan dari pemerintah Papua yakni Kartu Papua Sehat
(KPS) untuk Orang Papua Asli, Jamkesda, Kartu Indonesia Sehat. Harapan dengan
adanya jaminan kesehatan ini ada kesadaran yang tinggi, dan masyarakat dapat
terbantukan. (Mathias Krey, 2016).
8. Adanya
program Nusantara Sehat di pedalaman distrik Wakia Puskesmas Wakia.
9. Adanya
program Persekutuan Pelayanan Kristen untuk Kesehatan (Pelkesi) di daerah
pedalaman.
10. Adanya
klinik terapung milik Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro
(LPMAK) yang bekerja dari kampung ke kampung, pustu ke pustu, puskesmas ke
puskesmas pesisir.
11. Adanya
program penyemprotan anti nyamuk yang sudah dilaksanakan di 16 ribu rumah dan
pembagian 10 ribu kelambu di seputaran Mimika untuk menurunkan kasus Malaria
yang masih menjadi penyakit langganan warga Mimika oleh Malaria Control PTFI.
12. Layanan
VCT dan IMS di semua layanan kesehatan di Kabupaten Mimika .
13. Lembaga
donor untuk HIV-AIDS, TB dan penyakit lainnya yang cukup banyak.
Hasil
pembangunan ini sudah dirasakan oleh warga Mimika meski tidak mudah mengatakan semua baik yang berada di
kota, pegunungan dan pesisir pantai. Baik masyarakat yang tak memiliki daya dan
ekonomi yang memprihatinkan juga dapat mengakses kesehatan secara gratis
utamanya di daerah pedalaman. Tenaga kesehatan dengan ketulusan, kejujuran dan
pengorbanannya tanpa pamrih untuk membantu manusia yang tak berdaya sedikit
demi sedikit diberdayakan oleh pembangunan kesehatan yang sudah mulai membaik.
Namun tetap saja tak ada gading yang tak retak, membangun manusia untuk
sejahtera memiliki konteks yang sangat berbeda dengan membangun infrastruktur
sehingga yang akan akan selalu terlihat adalah kegagalan. Namun komitmen
pemerintah untuk membangun kesehatan di Kabupaten Mimika akan terus berlanjut.
Ekspektasi dan
pesan untuk pembangunan kesehatan
Pertama
Dengan melihat hasil
gambaran pembangunan kesehatan kabupaten Mimika hingga saat ini, gambaran ini
nyatanya memberikan peluang untuk menyelesaikan masalah-masalah kesehatan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan sehingga terwujud derajat kesehatan
masyarakat setinggi-tingginya.
Adanya SDM yang terlatih, akses layanan
kesehatan yang dekat, jaminan kesehatan yang melindungi, lembaga donor yang bahkan
pusing menghabiskan uang untuk program kesehatan masyarakat, lalu mengapa masih
ada saja masyarakat yang tidak mau menggunakan layanan kesehatan, mengapa masih
ada masyarakat yang sakitnya di ujung tombak baru mereka mau mengakses layanan
kesehatan? Jawabannya PROMOSI untuk mendukung keberhasilan sulaman kesehatan di
Kabupaten Mimika.
Konsisten pemberian informasi di masyarakat
masih rendah, penyampaian informasi yang belum memperhatikan aspek sosial
budaya lokal mengingat kemajemukan sosiodemografi yang dimiliki Kabupaten
Mimika, pmemanfaatan kemajuan teknologi dalam penyampaian informasi kesehatan
masih rendah, oleh sebab itu diperlukan konsistensi pemberian informasi/pesan
kesehatan secara terus menerus, baik itu menggunakan media komunikasi dengan
tetap mempertimbangkan sarana pendukung, karakteristik penduduk serta wilayah
dengan tetap mempperhatkan kearifan lokal.
Kedua
Mendorong peran masing-masih
SKPD menurut tugas dan fungsinya mengingat permasalah kesehatan erat kaitannya
dengan kesejahteraan masyarakat sehingga bukan tanggungjawab sektor kesehatan
saja namun SKPD juga memiliki andil untuk pembangunan kesehatan.
Satu hal yang pasti untuk mencetak generasi
sehat dan produktif diperlukan pembangunan kesehatan yang baik dan akan terus
memberikan terobosan baru, namun mari kita bersama-sama bergotong royong
membangun kesehatan Mimika demi kesejahteraan masyarakat, demi kesejahteraan bersama.
Referensi
Badan
Pusat Statistik [BPS] Kabupaten Mimika. 2014. Mimika dalam Angka 2014.
Erens
Meokbun. 2015. Menyulam kembali Masa Depan Kesehatan untuk Mimika Sejahtera.
Komisi
Penanggulangan AIDS [KPA] Kabupaten Mimika. 2016. Laporan Situasi HIV-AIDS
Periode Januari-Juni Tahun 2016.
Mathias
Krey. 2016. Pada koran harian Timex : Pertemuan Internal Guna Membahas Tata
Cara Berkomunikasi yang Baik dalam Bermitra. [Timex, 19 Oktober 2016].
Reynold
Ubra Sekretaris Dinas Kesehatan Mimika dalam wawancaranya dengan salah satu
wartawan. 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar