Perkenalkan namaku Ghaitsa Umdatul Hayah, nama yang begitu
indah pemberian dari kedua orang tuaku yang artinya perempuan yang menerangi
dan menjadi penopang kehidupan, dan ku yakin mereka berharap aku akan menjadi
penerang baginya dan penopang kehidupan mereka kelak.
Ayahku seorang petani dan ia adalah seorang ayah yang
pekerja keras. Apapun kebutuhanku selalu ia usahakan untuk mengabulkannya,
apapun yang aku minta pun ayah pasti berusaha untuk mengabulkannya. Begitu pun
dengan ibu yang selalu menyiapkan keperluanku dengan baik dan selalu
menyediakan waktu untukku.
Aku jadi teringat saat masih di bangku SMP aku meminta
dibelikan Android seperti milik temanku agar aku bisa belajar dengan praktis
melalui benda itu, ayah yang saat itu baru saja gagal panen berusaha hingga
menjadi buruh bangunan dan ditambah perhiasan ibu yang digadaikan untuk sebuah
Android dengan harga 4 jutaan dambaanku itu.
Aku terlalu sibuk dengan sejuta keinginanku untuk selalu
mengikuti trend, hingga lupa bagaimana susahnya ayah dan ibu membiayaku hingga
sekolah di sekolah bergengsi dengan biaya yang cukup fantastis untuk
keluargaku, namun ayah dan ibu tak pernah mengeluh asalkan aku bisa bersekolah
dengan fasilitas yang lengkap.
Memasuki bangku SMA aku bersikeras untuk sekolah di luar
kota, dan aku ingin hidup mandiri di sana, itu yang selalu aku ucapkan kepada
mereka. Ayah dan ibu kemudian menyetujui permintaanku, mereka kemudian
mengantarkanku di rumah kos yang begitu nyaman yang harga sewanya cukup mahal,
tapi bagi ayah dan ibu asalkan aku nyaman, uang tidak jadi masalah meski mereka
bersusah payah mencarinya, mungkin karena aku adalah anak tunggal sehingga mereka
begitu memperhatikanku.
Ayah dan ibu selalu mengingatkan untuk beribadah, belajar
dan menjaga kesehatanku serta pergaulanku dengan baik. Aku selalu mengingat
itu, namun semua itu luntur ketika aku bertemu dengan seorang teman yang
bernama Daniel, Daniel merubah semua kehidupanku dengan cintanya. Aku terpesona
dengan parasnya yang tampan dan tanpa sadar kami melakukan hal yang tak
seharusnya dilakukan oleh anak-anak seusia kami dan belum menikah.
Awalnya kami tidak pernah mengkhawatirkan hal tersebut, kami
masih selalu bersama hingga kami tahu kalau aku hamil. Temanku melaporkan
berita tersebut kepada kepala sekolah dan aku di drop out dari sekolah. Daniel
tiba-tiba berubah dan ia berangkat ke Amerika bersama orang tuanya tanpa
sepengetahuanku. Aku begitu sedih dengan keadaan ini, malu rasanya tapi aku
memberanikan diri untuk pulang ke rumah.
Ayah dan ibu tidak percaya dengan semua yang aku ceritakan,
raut wajah kecewa dan sangat terpukul terlihat di wajah mereka. Namun ayah tak
pernah sekali pun memukulku, dia hanya menyalahkan dirinya yang tidak
mendidikku dengan baik. Di usia yang sangat muda aku harus putus sekolah dan
menjadi ibu dari anakku, ayah dan ibu membantuku membesarkannya dengan penuh
kasih sayang. Mereka tak peduli dengan ocehan orang-orang di sekitar kami.
Aku kecewa dengan diriku, aku tidak pernah sadar betapa
susahnya ayah dan ibuku mencukupi semua kebutuhanku dan menyekolahkanku di
sekolah yang terbaik agar kelak aku menjadi perempuan yang menerangi dan
penopang kehidupan sesuai dengan arti namaku, tapi aku telah menghapus semua
harapan itu dan aku justru menambah beban mereka bahkan beban mental mereka.
Aku berjanji untuk mendidik anakku agar tidak seperti
diriku, dan aku berharap orang-orang yang membaca kisahku sadar betapa besar
perjuangan orang tua kita untuk melihat kita menjadi orang yang lebih baik.
Bahkan merak selalu berusaha ketika kita meminta padanya, namun mereka hanya
memiliki satu harapan yaitu melihat kita sukses.
Sungguh gapailah cita-citamu agar kau bisa menjadi kebanggan
mereka yang tercinta “Ayah dan Ibu”.
Salam
Genre
Weiss..Admin
BalasHapusmenangis ku baca ini. perjuangannya org tua ee
Iya, saya menulis kisah ini karena melihat realita anak muda sekarang. Semoga baik pemuda maupun org tua bisa mengambil hikmah dari kisah ini
Hapus