Pada beberapa tahun terakhir ini, Indonesia mengalami fenomena transisi
demografi. Hal ini terindikasi dari keberhasilan program KB menurunkan tingkat
fertilitas dan meningkatnya kualitas kesehatan serta suksesnya program-program
pembangunan lainnya (Sutiono, 2014).
Transisi
demografi ini mengakibatkan perubahan struktur umur penduduk yang ditandai
dengan menurunnya proporsi anak-anak bersamaan dengan meningkatnya proporsi
penduduk usia kerja, sehingga angka ketergantungan menjadi sangat menurun.
Kalau pada tahu 1970-an ada 86 anak yang menjadi tanggungan 100 pekerja, tahun
2000 tinggal 54 anak per100 pekerja. Inilah yang disebut dengan “Bonus
Demografi” (Azis, Iwan, dkk, 2010).
Apabila
melihat realita sekarang ini, Indonesia diperkirakan mencapai puncak "bonus
demografi" pada tahun 2017 sampai 2019 pada gelombang pertama dan 2020
sampai 2030 pada gelombang bonus demografi kedua. Artinya, komposisi jumlah
penduduk dengan usia produktif 15-64 tahun mencapai titik maksimal,
dibandingkan usia nonproduktif 0-14 tahun dan 65 tahun ke atas. Yang artinya bahwa terjadi kenaikan jumlah
angkatan kerja potensial (Wisasto, 2014).
Tentu
saja ini merupakan suatu berkah. Meningkatnya jumlah penduduk usia kerja
memberikan keuntungan dari sisi pembangunan sehingga dapat memacu pertumbuhan
ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi dan akan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan. Apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
1.
Penawaran tenaga kerja yang
besar meningkatkan pendapatan per kapita
2.
Peranan perempuan yaitu jumlah
anak sedikit memungkinkan perempuan memasuki pasar kerja, membantu peningkatan
pendapatan
3.
Tabungan masyarakat yang
diinvestasikan secara produktif
4.
Modal manusia yang berkualitas.
Namun
pertanyaannya, apakah bonus demografi yang sedang akan terjadi di negara kita
tercinta telah memenuhi kriteria tersebut?
Pertanyaan
tersebut merupakan nyanyian belaka apabila pembangunan Indonesia secara
keseluruhan belum merata dari Sabang sampai Merouke dari Miangas sampai Pulau
Rote.
Sebelumnya,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meluncurkan Buku Proyeksi Penduduk Indonesia
2010-2035. Dalam kesempatan tersebut, Presiden menyatakan bahwa kependudukan
merupakan topik yang sangat penting dalam pembangunan, karena pembangunan
manusia pada dasarnya ditujukan kepada manusia atau people-centered
development.
Menurutnya,
pembangunan dilakukan pada saat manusia menjadi pelaku utama dari pembangunan
itu sendiri yang diukur dari human resource development atau kualitas sumber
daya manusia. Oleh karena itu, pembangunan manusia harus menjadi prioritas
dalam pembangunan. Presiden juga berharap pentingnya proyeksi penduduk sebagai
prasyarat untuk merumuskan perencanaan pembangunan di masa depan secara lebih
efektif dan efisien.
Indonesia, sebagai sebuah bangsa yang kuat harus mempunyai perencanaan,
termasuk membangun sumber daya manusia berkualitas yang akan menjadi daya saing
sebuah bangsa. Sejatinya, perubahan tidak bisa dilakukan dalam sekejap, maka
dari itu pembenahan kualitas manusia harus dimulai dari sekarang!
Kesimpulan
yang bisa ditarik adalah bonus demografi ibarat pedang bermata dua. Satu sisi
adalah berkah jika berhasil memanfaatkannya. Satu sisi yang lain adalah bencana
seandainya kualitas SDM tidak dipersiapkan.
Referensi :
Azis, Iwan J, dkk. 2010. Pembangunan Berkelanjutan Peran dan
Kontribusi Emil Salim. Jakarta : KPG
Sutiono. 2014. Pemerintah Indonesia Harus Mampu Memanfaatkan Bonus Demografi.
sosbud.kompasiana.com
Wisasto, RJ. 2014. Bonus Demografi Sebagai Mesin Pertumbuhan
Ekonomi : Jendela Peluang atau Jendela Bencana di Indonesia. www.academia.edu
Awalnya, sya tdk tahu apa itu bonus demografi, tpi skrg dg membaca ini sya tahu. saya skrg smntara cari kerja dn benar byk skali org yg mncari kerja skrg ini.
BalasHapusSyukurlah, semoga isi blog ini benar2 bermanfaat unk org banyak..terima kasih
BalasHapussemoga segera dpt kerjaan yah
Ini adalah PR Pemerintah mulai dri skrg
BalasHapus